Search This Blog

Thursday, October 22, 2015

REKAM JEJAK SM3T JILID III DI TEPIAN PULAU KARANG PANAS, PULAU NUMFOR, BIAK-NUMFOR, PAPUA, INDONESIA

LIBURAN DI BAWEI, PULAU NUMFOR

Molo-molo sebuah istilah untuk menangkap ikan dengan cara menyelam dan memanah ikan dengan menggunakan senjata sederhana

Persiapan menuju tempat molo-molo

sebelum mulai molo-molo, saya tidak lupa belajar ngedayung, maklum kita dari gunung jadi gk pernah dayung gitu.

Nangkap ikan bareng Pak Guru Saleh S.Pd
 Pak Guru saleh lagi fokus mau tombak ikan, asik uda dapat ikan sebiji walau kecil, tapi itu tangkapan Syors dan adiknya bukan tangkapan kami, gak apa-apalah

Pak Guru Subriansyari gak mau kalah
walaupun bukan hasil tangkapan sendiri Pak Guru Subriyansari tetap eksis, dapat ikan yang katanya berbahaya, ikan berduri dan beracun.

 Ini dia jagoan kita dalam molo-molo

Ayo fokus molo biar dapa ikan banyak, kebahagiaan terpancar dari wajah teman yang satu ini, dia sangat ahli dalam menangkap ikan dengan senapan kayu sambil menyelam dengan hanya kacamata molo sederhana yang terbuat dari kayu 

Mumpung yang lain lagi berenang, foto dulu lah
Sambil menunggu teman-teman yang lagi asik berenang , asik molo-molo kayaknya bagus kalo minta difoto pemandangan dibelakan asik sampe

Rumah para nelayan

tak luput dari sorotan kamera seorang nelayan yang tengah asik beristirahat di atas pndoknya ditengah laut, rasanya adem sekali melihatnya, santai sekali macam tarada bebanka, heehehh

Tempat pembudidayaan ikan oleh warga


Kepiawaian seorang ahli molo

Foto indah oleh Pak Saleh

Pemandangan sekitar pantai bawei
Pemandangan seperti ini di jumpai di pantai bawei setelah mendayung beberapa menit dari dermaga, menyusuri hutan mangrove yang begitu lebat, dari kejauhan muncullah pemandangan yang begitu indah seperti ini, perkampungan nelayan ditengah lautan

 Istiraha sebelum kembali ke rumah

 Foto bareng ah, hayo mana gayanya

 Duet Guru BK
Hasil molo-molo

Akhirnya hasil molo-molo pun ditangan, tidak begitu mengecewakan, cukup untuk dibakar besama dengan teman-teman yang lainnya walaupun tak dapat ikan segede ember, heheheh, lagian kalau dapat aku pasti takut

Wednesday, October 7, 2015

BERKUNJUNG KERUMAHKU

Kawan, sebenarnya ingin sekali hati kecilku memanggilmu untuk berkunjung ke kerumahku, rumah yang ku akui sebagai rumahku, meski itu adalah warisan kakekku kepada bundaku. Tapi aku takut, engkau tak bisa betah apalagi tidur dirumah yang aku akui sebagai rumahku, tanpa meminta persetujuan bundaku, yang bagiku, itu adalah istanaku. Aku takut makanan yang kusajikan padamu nanti, yang bagi seleraku adalah makanan termahal dan paling lezat yang pernah aku cicipi di seperdua umurku, jika kita mencoba merujuk pada umur ummat Nabiku yang mungkin juga adalah panutanmu, makanan yang pernah keluargaku miliki dan disajikan untuk tamu kehormatanku yaitu dirimu, tidak bisa memberikan rasa seperti apa yang engkau inginkan dan aku rasakan di tiap suapannya, karena bagimu itu adalah rasa yang hambar bahkan rasa hambar pun jauh darinya menurutmu. Aku takut kamu tak bisa bernafas karena debu-debu yang begitu tebal menghiasi satu-satunya jendela kaca dirumahku yang kain gordennya pun begitu lusuh hingga kenangan yang kau bawah kembali dari rumahku hanyalah batuk dan dahak. Aku takut jika seprei dirumahku tak bisa bersahabat denganmu disaat tidurmu, begitupun selimutku yang bagiku itulah yang terbaik yang kumiliki, yang dibeli murni dari cucuran keringat bundaku yang tak lagi berwarna bening, tak lagi bisa membuatmu tidur nyenyak dalam kehangatan. Aku takut jika engkau ingin mendengar sebuah lagu namun yang terngiang adalah suara seng atap rumahku yang tiap kali aku kembali selalu mendapatkan tambalan, yang sekali lagi kuakui sebagai rumahku meski tak pernah pamit pada bundaku, tatkala angin menerpanya sebagai rasa perhatiannya pada rumahku yang tak memiliki radio stereo, hanya itulah nada-nada yang bisa kau dengar tanpa alunan melodi dari gitaris idolamu, ataupun suara merdu dari penyayi favoritmu. Aku takut jika engkau ingin menghibur dirimu dan ingin mendapatkan informasi lewat televisi tak bisa kupenuhi karena yang ada hanyalah siaran langsung dari rumahku menuju kealam bebas karena sebagian dinding rumahku telah lapuk dimakan zaman, kalaupun lubangnya tidak begitu menganga itu karena tempelan poster bintang-bintang muda yang dimasa dahulu begitu tenar, disaat panbers menguasai panggung band tanah air. Aku takut jika engkau bertanya kenapa lampu hias tidak ada, kenapa lampu tak digantung diplafon rumah, kenapa langit-langit rumahmu tinggi sekali, karena memang  rumahku tak ada plafon, lampu hias, langit-langitnya juga tak lain adalah atap itu sendiri. Aku takut jika engkau ingin menikmati secangkir kopi manismu diatas kursi yang empuk, tak bisa aku kabulkan karena fasilitas diruang tamuku yang agak mirip dengan dapurku karena memang ia berdekatan hanya saja dibatasi kamar kecil yang biasa kutempati melambungkan angan-anganku, melewatkan perihku, melewatkan kepenatan hidup, hanyalah tikar yang dianyam dari rerumputan yang bagiku cukup hangat namun bagimu mungkin itu menjijikkan, diselingi tikar yang kebetulan terbuat dari plastik namun motifnya tak lagi kelihatan karena yang terlihat adalah belangnya warna tambalan. Aku takut engkau memohon ditunjukkan kamar kecil namun yang kuperlihatkan adalah padang yang luas atau sekalipun ia kamar kecil dialah yang paling sederhana yang pernah ada yang didindingnya dihiasi dekorasi lumut-lumut yang menghijau dan mulai menguning karena tak pernah bertemu pembersihnya, hingga mengurungkan niatmu untuk hanya sekedar buang air kecil. Aku takut engkau bertanya mana pekarangan dan pagar rumahmu sebab mereka itu tidak pernah terlihat karena bahkan tempat rumahku pun tanahnya adalah milik kakak dari ibuku hanya karena mungkin belum waktunya kakak dari ibuku menggusur kami pindah dari tanahnya, hingga berakhirlah rumah yang kuklaim tanpa pamit pada bundaku, Aku juga takut engkau tiba-tiba menanyakan ayahku, karena mungkin jika aku ceritakan maka ada hati seorang wanita yang paling aku cinta akan terluka mendengarnya, itu tak lain adalah bundaku. Tapi kawan, Aku punya satu kelebihan dari rumahku, pondokku dekat dengan surau, hingga jika aku hendak melaksanakan kewajibanku tidaklah begitu sulit mengingat jaraknya yang begitu dekat, tapi akupun takut jika engkau tak dapat memaksimalkannya, aku begitu takut jika ini semua membuatmu tak mau menganggapku kawanmu lagi, lantaran kelebihan kondisi yang kumiliki, yang tak banyak orang mendapatkannya, aku takut engkau bercerita tentang keadaanku dan dimuat dari bibir kebibir hingga aku menjadi tenar dan menjadi "super terbatas" dalam sebuah julukan. Inilah caraku dalam berfikir tentang rumahku yang ku akui tanpa pamit dan persetujuan bundaku, yang sekali lagi memang berbeda dari cara kalian berfikir, namun bukan berarti aku telah  mengesampingkan semua hal positifnya, karena justru semua itulah hal yang positif.  Tergantung bagaimana aku memperlakukannya dan menerimanya sebagai sebuah anugerah yang harus disyukuri kepadaNya, aku begitu iri pada kalian karena dengan keadaanku ini aku sangatlah bersyukur padaNya tapi kenapa kalian tidak, dengan kehidupan kalian yang begitu mewah dalam pandangan bola mataku dan mungkin juga pandangan zaman. 


Maaf atas khilaf yang terjadi dalam tindak dan tutursapa baik yang disengaja maupun tidak disengaja terlebih dialam kemayaan fikiran karena itulah kefakiran pada diri sendiri.

Rusunawa PPG-SM3T 2015
Selasa 22 sept 2015
Pukul 11:30 Wita

Tuesday, October 6, 2015

PENCITRAAN ALA RIHARZ RANGGA KATINA



Disudut-sudut kehidupan ini hampir kita jumpai berbagai macam kegiatan yang menggiring kita pada persepsi yang berbeda-beda, tetapi ada satu hal yang sedang merajalela dan menggerogoti kehidupan umat manusia di zaman yang masih “Jahiliyah” ini untuk sebagian kita. Aku, kita, kamu dan mereka adalah sekumpulan pribadi-pribadi yang tak bisa luput dari hal ini, bahkan mungkin tanpa disadari kini ia hadir dan membuat istana kokoh di dalam relung-relung hati nan suci yang dulu telah kita miliki.

“PENCITRAAN”

Yah…..itulah pencitraan
Hampir semua aktivitas yang dilakukan para pelakon kehidupan ini mengarah kearah yang namanya pencitraan itu. Tujuannya hanya untuk mendapatkan nama baik, pujian, sanjungan, kesempatan, reputasi, rating yang tinggi dan entah apa lagi namanya yang jelas mereka masih satu komunitas dimata manusia. Tak ada lagi keikhlasan, dan ketulusan apa lagi tanpa pamrih, mereka lenyap dan kalaupun masih ada ibaratnya mencari patahan jarum di tumpukan jerami, bukan lagi jarum tapi patahannya. Suliiiiit juga bukan?
Ajaran-ajaran agama cenderung diabaikan bahkan sering kali dusta dijalankan demi pencitraan sekali lagi. Kita tidak lagi takut dengan peringatan-peringatan dan siksa neraka, kita asik membuat pencitraan dan terlena menikmati hasilnya dan tak mau peduli lagi dengan kenikmatan surga karena terlanjur nikmat dari hasil pencitraan.
Pencitraan hadir mulai dari yang sederhana sampai yang paling hight class sekalipun, semuanya tak luput dari cengkramanya. Emang ada cakarnya yah? Ntahlah. Kita sudah mulai tak mau tampil original, tak mau lagi tampil apa adanya, demi yang namanya dusta dalam balutan pencitraan yang telah menjadi lautan luas, samudera para pendewa reputasi, para penjilat, para pencundang dan sejenisnya serta para penganut kepura-puraan yang senantiasa  mengharapkan sanjungan dan pujian. Walaupun sebenarnya mereka tak layak untuk itu. sssssssssssssssttttttttttttttttt
Dunia tak lagi indah, karena yang ada hanyalah kebaikan, keindahan, kebahagiaan dan beberapa hal-hal positif lainnya yang merupakan rentetan dari hasil kamufllase.
Bahkan tokoh-tokoh hebat dunia, para negarawan, para pendiri bangsa, yang amatir hingga yang kaliber tak luput dari itu, lihat olehmu tatkala monas dibangun seperti apa keadaan ekonomi rakyat saat itu. Maka jangan heran kehidupan di bumi pertiwi menumbuh-suburkan pencitraan.
Mereka yang berusaha jauh dari pencitraan kadang-kadang dianggap kaku, tak bisa berkembang bahkan cenderung dianggap pribadi yang tak maju, jadul, ketinggalan zaman, kurang smart, kurang dapat memanfaatkan situasi dan beberapa persepsi miring lainnya yang masi dalam populasi yang sama.
Ok. Jangan terlalu serius kawan ini hanya bualan yang tercipta dari  tombol-tombol yang teraniaya dan memunculkan huruf demi huruf dilayar 14’ sebagai buah ketertindasan hingga tampak menjadi urutan kalimat.
Opsssssssss, maaf. Aku, tatkala menulis hal ini bisa jadi aku pun dalam usaha pencitraan agar terkenal pintar dan punya wawasan lebih. Eiiiii you….., ia kamu, kamu yang lagi baca, aku pesankan hati-hati karena bisa jadi anda pun membacanya karena berpura-pura untuk rajin membaca yang tak lain adalah pencitraan, HEHEHEHHHHEHEHEH dalem.


RUSUNAWAPPG-SM3T
SABTU,12 SEPT 2015/10:03:21

REFLEKSI KEBANGGAN DIRI PASCA SM-3T



Panggilan jiwa?
Karir?
Atau upppppsssssss
 Tak ada kerja yang jelas?

Salam Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia tentunya setelah Assalamu ‘Alaikum dan dengan nama Allah yang maha pemurah dan penyayang, sumber dari segala sumber inspirasi oleh segala inspirator.

Buat semua kawan-kawan, rekan dan rekanita PPG-SM-3T UNM  UNM Jilid 3, tadinya saya mau tulis se-Indonesia tapi ini mustahil dibaca oleh orang-orang se-Indonesia, boro-boro se-Indonesia, se-Rusunawa aja rasa pesismisku besar sekali, sekalipun optimisme saya sangat tinggi apa lagi muatnya di majalah dinding doank mana mungkin se-Indonesia mau baca, anehkan????
Maksudnya apa sih mutar-mutar gak jelas????? Tenang anda berarti tertarik membaca kalo bukan sebaliknya……………smile dikitlah. (INI WAKTU DIPUBLIKASIKAN DI MADING PPG UNM).

Setelah mengalami proses dan pengalaman selama setahun di daerah penugasan, Aku merasa begitu banyak hal-hal yang menakjubkan, budayanya, pemandangannya, dan sebagainya serta ini dia yang memberi sedikit rasa bangga berbakti kepada nusa dan bangsa dalam istilah pengabdian.
Mendapatkan julukan dari bapak mentri pendidikan dan kebudayaan saat itu, The Silent Hero, waow betapa bangganya, disanjung –sanjung, digadang-gadang menjadi guru masa depan dan berharap menjadi guru garis depan, mendapatkan penghormatan yang sangat ekstra, melebihi kapasitas ruang penempatan tempat sanjungan dalam diri, sehingga membuat sebagian kita mungkin benar-benar mengabdi kepada nusa dan bangsa, dan mungkin sebagian kita yang lainnya karena sesuatu dan lain hal. 

Ditengah semangat kita yang membuncah karena panggilan ibu pertiwi yang sedang berkabung melihat generasinya, yang disebagian tempat memang mereka telah menjadi manusia pribumi yang sibuk mengasingkan diri. Disaat tak terduga, Aku tersentak dan mulai sedikit agak tak waras, keluar dari semua pujian yang extra, yang sanggup menghipnotis beribu manusia intelek, bagaimana mungkin Aku bisa mengabdikan diriku untuk nusa dan bangsa sedang Aku adalah hamba Allah, jika kemudian saya mencoba untuk berdialektika dengan apa yang kurasakan dan mencoba diplomatis dengan mengatakan ini (GURU SM-3T) adalah sebuah jalan untuk beribadah sekaligus mengabdi pada-Nya, apa ia? Dengan meninggalkan hal-hal yang jelas-jelas merupakan kewajiban kita. Aku mendengar kisah teman-teman yang islam mayoritas tidak lagi dapat mencicipi nikmatnya sholat jamaah, nikmatnya sholat jum’ad. Bahkan menerima untuk berada ditempat yang tak memiliki sarana ibadah. Aku pun mulai bertanya didalam hati kecilku, kenapa hal ini harus seperti ini adanya. Satu tahun mempertaruhkan dan mengorbankan keyakinan demi masa depan bangsa, apakah ia berhasil? Semoga ia karena jika tidak alangkah ruginya negeri ini, khususnya lagi pribadi kita yang Bahasa kulit arinya, sanggup menggadaikan keyakinan kita demi rupiah dan karir tapi Aku kira itu tidak pernah ada.

Foto bersama siswa(i) SD. YPK Namber,


Walaupun begitu saya lebih yakin kepoin kedua yang disampaikan salah seorang anggota DPR tempo hari dalam acara bersama kita para pejuang pendidikan (jika sebutan itu benar dan layak buat kita) di Phinisi, beliau mengatakan bahwa ada dua kemungkinan mengapa kalian mau ketempat seperti itu (Papua) yang notabenenya diperlukan semangat dan keberanian besar ( jika Aku poles sedikit dengan semangat pejuang 45 ala bamboo runcing) untuk kesana dan dengan sedikit bumbuh yang di imbuhkannya bersama nada gombal yang menggelitik “saya heran melihat, entah keberanian apa yang kalian miliki”.

Hohhohoooohh jangan terlalu larut mari kita uraikan poinnya, poin pertama adalah betul karena panggilan jiwa dan poin kedua ternyata kareana kita tak memiliki pekerjaan yang layak sehingga setiap peluang yang ada kita coba maksimalkan. Jika jujur, mungkin kecenderungan lebih banyak ke poin kedua. Artinya apa dengan setiap konsekwensi yang mungkin saja terjadi baik itu spiritual maupun lainnya kita sudah terima dengan lapang dada dengan imbalan sekian rupiah dan dengan perhitungan karir selanjutnya itulah yang sanggup menarik hati-hati kita. Selebihnya bagiku itu adalah bias.

Keakraban di luar kelas, bersama siswa SMP.N 2 Numfor Barat, Biak-Numfor, Papua

Apa yang penting dari tulisan ini? Sepertinya agak nyeleneh dan tak masuk akal, tapi ok, okey…….
Aku hanya mencoba memberikan apresiasi pada diri saya dan kepada kalian semua bapak/ibu guru mengenai kilas balik setahun silam. Terus terang Aku anggap program ini adalah program super power ditambah lagi dengan program GGD yang tak kala hebatnya tapi aku prihatin karena kita. Tak bisa beribadah dengan maksimal, bukankah negara memberikan jaminan kebebasan untuk menjalankan agama dan kepercayaan sesuai dengan keyakinan para pemeluknya, jika negara memberikan peluang buat kita untuk mengabdi melalui SM-3T dan GGD maka harus disingkronkan dengan amanah UUD ini. Sebab jika tidak analisis konyol saya mengatakan bahwa ini akan menjadi lubang menganga yang akan mengikis peradaban bukan memunculkan peradaban, kenapa pemeluk agama tidak dapat melaksanakan ajaran keyakinannya dengan maksimal malah semakin jauh. Maksud saya jika mereka islam tempatkan atau  instruksikan pada pemerintah setempat untuk menempatkan mereka berdekatan dengan rumah ibadah mereka, begitupun penganut agama lain. Sebab jika gurunya tak maksimal beribadah berarti jauh dari agamanya maka bagaimana dengan siswanya???, yang diharapkan menjadi generasi emas, ingat Indonesia memiliki orang-orang pintar berkelas wahid tapi tak disertai dengan spiritual kelas yang sama. Jika demikian maka bukan generasi emas yang akan muncul melainkan generasi asem.

Kenangan besama samudera pasifik, Pulau Numfor-Manokwari

Kalian bebas dengan paradigm kalian karena Aku hanya mencoba menguraikan secuil paradigmAku yang fakir.
dalem alias maaf dan semua jenis kata didunia yang mengarah pada apology kuhaturkan diakhir bualanku ini jika tak berkenan. Wassalam tentunya setelah Salam Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia.

Rusunawa PPG-SM-3T UNM
Rabu: 16 Sept 2015, 23:28