Search This Blog

Wednesday, October 7, 2015

BERKUNJUNG KERUMAHKU

Kawan, sebenarnya ingin sekali hati kecilku memanggilmu untuk berkunjung ke kerumahku, rumah yang ku akui sebagai rumahku, meski itu adalah warisan kakekku kepada bundaku. Tapi aku takut, engkau tak bisa betah apalagi tidur dirumah yang aku akui sebagai rumahku, tanpa meminta persetujuan bundaku, yang bagiku, itu adalah istanaku. Aku takut makanan yang kusajikan padamu nanti, yang bagi seleraku adalah makanan termahal dan paling lezat yang pernah aku cicipi di seperdua umurku, jika kita mencoba merujuk pada umur ummat Nabiku yang mungkin juga adalah panutanmu, makanan yang pernah keluargaku miliki dan disajikan untuk tamu kehormatanku yaitu dirimu, tidak bisa memberikan rasa seperti apa yang engkau inginkan dan aku rasakan di tiap suapannya, karena bagimu itu adalah rasa yang hambar bahkan rasa hambar pun jauh darinya menurutmu. Aku takut kamu tak bisa bernafas karena debu-debu yang begitu tebal menghiasi satu-satunya jendela kaca dirumahku yang kain gordennya pun begitu lusuh hingga kenangan yang kau bawah kembali dari rumahku hanyalah batuk dan dahak. Aku takut jika seprei dirumahku tak bisa bersahabat denganmu disaat tidurmu, begitupun selimutku yang bagiku itulah yang terbaik yang kumiliki, yang dibeli murni dari cucuran keringat bundaku yang tak lagi berwarna bening, tak lagi bisa membuatmu tidur nyenyak dalam kehangatan. Aku takut jika engkau ingin mendengar sebuah lagu namun yang terngiang adalah suara seng atap rumahku yang tiap kali aku kembali selalu mendapatkan tambalan, yang sekali lagi kuakui sebagai rumahku meski tak pernah pamit pada bundaku, tatkala angin menerpanya sebagai rasa perhatiannya pada rumahku yang tak memiliki radio stereo, hanya itulah nada-nada yang bisa kau dengar tanpa alunan melodi dari gitaris idolamu, ataupun suara merdu dari penyayi favoritmu. Aku takut jika engkau ingin menghibur dirimu dan ingin mendapatkan informasi lewat televisi tak bisa kupenuhi karena yang ada hanyalah siaran langsung dari rumahku menuju kealam bebas karena sebagian dinding rumahku telah lapuk dimakan zaman, kalaupun lubangnya tidak begitu menganga itu karena tempelan poster bintang-bintang muda yang dimasa dahulu begitu tenar, disaat panbers menguasai panggung band tanah air. Aku takut jika engkau bertanya kenapa lampu hias tidak ada, kenapa lampu tak digantung diplafon rumah, kenapa langit-langit rumahmu tinggi sekali, karena memang  rumahku tak ada plafon, lampu hias, langit-langitnya juga tak lain adalah atap itu sendiri. Aku takut jika engkau ingin menikmati secangkir kopi manismu diatas kursi yang empuk, tak bisa aku kabulkan karena fasilitas diruang tamuku yang agak mirip dengan dapurku karena memang ia berdekatan hanya saja dibatasi kamar kecil yang biasa kutempati melambungkan angan-anganku, melewatkan perihku, melewatkan kepenatan hidup, hanyalah tikar yang dianyam dari rerumputan yang bagiku cukup hangat namun bagimu mungkin itu menjijikkan, diselingi tikar yang kebetulan terbuat dari plastik namun motifnya tak lagi kelihatan karena yang terlihat adalah belangnya warna tambalan. Aku takut engkau memohon ditunjukkan kamar kecil namun yang kuperlihatkan adalah padang yang luas atau sekalipun ia kamar kecil dialah yang paling sederhana yang pernah ada yang didindingnya dihiasi dekorasi lumut-lumut yang menghijau dan mulai menguning karena tak pernah bertemu pembersihnya, hingga mengurungkan niatmu untuk hanya sekedar buang air kecil. Aku takut engkau bertanya mana pekarangan dan pagar rumahmu sebab mereka itu tidak pernah terlihat karena bahkan tempat rumahku pun tanahnya adalah milik kakak dari ibuku hanya karena mungkin belum waktunya kakak dari ibuku menggusur kami pindah dari tanahnya, hingga berakhirlah rumah yang kuklaim tanpa pamit pada bundaku, Aku juga takut engkau tiba-tiba menanyakan ayahku, karena mungkin jika aku ceritakan maka ada hati seorang wanita yang paling aku cinta akan terluka mendengarnya, itu tak lain adalah bundaku. Tapi kawan, Aku punya satu kelebihan dari rumahku, pondokku dekat dengan surau, hingga jika aku hendak melaksanakan kewajibanku tidaklah begitu sulit mengingat jaraknya yang begitu dekat, tapi akupun takut jika engkau tak dapat memaksimalkannya, aku begitu takut jika ini semua membuatmu tak mau menganggapku kawanmu lagi, lantaran kelebihan kondisi yang kumiliki, yang tak banyak orang mendapatkannya, aku takut engkau bercerita tentang keadaanku dan dimuat dari bibir kebibir hingga aku menjadi tenar dan menjadi "super terbatas" dalam sebuah julukan. Inilah caraku dalam berfikir tentang rumahku yang ku akui tanpa pamit dan persetujuan bundaku, yang sekali lagi memang berbeda dari cara kalian berfikir, namun bukan berarti aku telah  mengesampingkan semua hal positifnya, karena justru semua itulah hal yang positif.  Tergantung bagaimana aku memperlakukannya dan menerimanya sebagai sebuah anugerah yang harus disyukuri kepadaNya, aku begitu iri pada kalian karena dengan keadaanku ini aku sangatlah bersyukur padaNya tapi kenapa kalian tidak, dengan kehidupan kalian yang begitu mewah dalam pandangan bola mataku dan mungkin juga pandangan zaman. 


Maaf atas khilaf yang terjadi dalam tindak dan tutursapa baik yang disengaja maupun tidak disengaja terlebih dialam kemayaan fikiran karena itulah kefakiran pada diri sendiri.

Rusunawa PPG-SM3T 2015
Selasa 22 sept 2015
Pukul 11:30 Wita