Search This Blog

Sunday, May 10, 2020

Puisi Menantilah

        Puisi ini kami persembahkan kepada meraka yang pernah melakukan penantian. Entah itu penantian tentang jodoh, karier, kesuksesan dan lainnya. Sebuah upaya saling menasehati agar tak pernah menyalahkan hasil penantian. Karena semuanya adalah takdir yang telah ditetapkan Sang Maha Pengatur.

Puisi ini diilhami dari sebuah penantian yang tekun.



Video ini diambil dari perjalanan ketempat tugas menggunakan Jonshon dalam bahasa biak.
Perjalanan dari Bosnik ke Aimando.
Inilah perjalanan yang selalu kami lakukan jika harus ke tempat tugas.
Sesuatu yang bagi saya adalah hal yang sangat tak biasa.
Dilahirkan di sebuah kampung di atas ketinggian 1200 mdpl.
Dan kini harus berada di permukaan laut.
Sebuah lingkungan kehidupan yang sangat berbeda. 


Saturday, May 9, 2020

Gunung di Desa Tongko

Berikut ini adalah nama 5 gunung di Desa Tongko, Kecamatan Baroko, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

  1. Buntu Tongko
  2. Buntu Ku'Ku'
  3. Buntu Kodo
  4. Buntu Tombang
  5. Buntu Ke'pe'
  6. Buntu Panunu'



Salah satu dari Buntu tersebut ada dalam video ini. 

Waras di tengah Pandemi

Inkonsistensi tingkat tinggi.
Diksi tumpang tindih.
Asyik Bersiul santai.
Meski miskin literasi.

        Janji tinggal janji.
        Saling merevisi.
        Sedang rakyat menahan perih.
        Lambung berisik tak terisi.

Mulai berpikir, #brk

Masyarakt gigit jari.
Jatah di ambil alih.
Mereka yang berdalih.
Tak malu walau leher berdasi.

Hei....
Jadilah manusia sejati.
Sayangi sesama di tengah pandemi.
Sebelum ajal mengakhiri.

Patina, 23:55. 09.05.2020

Friday, May 8, 2020

Dunia Pendidikan Daerah 3T, Biak Numfor, Papua di tengah Pandemi Covid-19


Pada tulisan kali ini penulis mengambil objek tempat penulis sendiri menjadi guru tetap. Sekolah yang terletak di sebuah Pulau Kecil arah utara Kabupaten Biak Numfor. Namanya adalah SMP Negeri 2 Padaido. Beberapa siswa di sekolah ini berasal dari pulau lain sekitarnya. Sekolah ini termasuk sekolah yang memiliki guru yang lumayan banyak di bandingkan sekolah lainnya yang ada di Pulau-Pulau kecil Biak Numfor. Hal ini kemudian menjadikan penulis mengambilnya sebagai sampel. Disamping bahwa memang penulis berada dilingkungan sekolah dan mengetahui kondisi tersebut.

    Para Guru dan Tenaga Pendidik SMP Negeri 2 Padaido

  Selama merebaknya pandemi covid-19 atau lebih dikenal virus corona maka pendidikan di Kabupaten Biak Numfor di liburkan. Hal ini sesuai dengan surat edaran Bupati Biak Numfor Nomor 010/163 pertanggal 16 Maret 2020 disusul edaran No 010/181, instruksi nomor 1883/211, 14 April 2020, edaran 443.3/246, 30 April 2020. Mulai dari tanggal itu pula tak pernah ada lagi tatap muka yang terjadi di sekolah-sekolah terutama daerah 3T. Penulis sendiri selama surat edaran tersebut dikeluarkan memilih untuk tetap tinggal di rumah (Kontrakan) dalam mengantisipasi dan memutus rantai penyebaran covid-19.

          Seperti diketahui bersama wabah penyakit ini sangat mengancam keselamatan manusia.  Baik Pemerintah Pusat maupun Daerah menginstruksikan Warga untuk tidak berkumpul, menghindari keramaian, jaga jarak, keluar rumah pakai masker, cuci tangan pake sabun atau handsanitizer. Dll. Kondisi di atas kemudian melahirkan istilah WFH (Work From Home), Ibadah di rumah saja, belajar di rumah saja. Khusus untuk belajar di rumah saja ada beberapa terobosan yang baik. Misalkan menyimak acara TVRI pada jam tertentu, atau belajar melalui aplikasi smartphone dengan menggunakan kuota internet. Penulis sangat mengapresiasi terobosan ini mengingat saat ini kita telah sampai pada era industry 4.0 yang menuntut sumber daya manusia setidaknya mampu mengaplikasikan perangkat elektronik. 

Siswa/siswi SMP Negeri 2 Padaido

Nah yang menjadi masalah bagi siswa-siswi di pelosok adalah tidak adanya akses internet. Kalaupun ada, tidak semua orang tua memiliki Smart Phone. Walaupun mereka punya smart phone besar kemungkinan mereka tak mampu membeli kuota apalagi aktivitas luar rumah semakin berkurang. Sedangkan mata pencaharian mereka adalah nelayan dan petani kopra. Pasar Bosnik menjadi tempat yang begitu penting. Nah ketika himbauan menghindari keramaian berlangsung, otomatis penghasilan mereka berkurang. Belum lagi bahwa mereka membutuhkan bahan bakar. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa belajar melalui smart phone atau komputer dengan akses internet sangat tidak memungkinkan. Kemudian belajar melalui TVRI, yah sebagian warga memang telah memiliki pesawat televisi. Namun kendalanya adalah tidak semua orang tua memiliki TV. Bahkan listrikpun tak ada saat siang hari, listrik hanya mampu menerangi dari jam 6 malam ke jam 6 pagi. Itupun kalau bahan bakarnya tidak habis. Jika tetap dipaksakan maka mereka justeru akan nonton bareng, kumpul-kumpul karena tak semua memiliki TV.

         
          Menyikapi tanggapan Mas menteri pendidikan yang kaget setelah hasil evaluasi belajar online tentang masih adanya keluhan tidak ada sinyal dan listrik (Detik.com). Yah maafkan jika penulis tak merasa kaget sama sekali. Kami tak pernah melakukannya karena memang sangat tak memungkinkan. Mengenai kesenjangan dalam dunia pendidikan itu jelas sekali Mas Mentri. Jika tidak ada kesempatan ke-Papua menengok semacam Sekolah penulis, yah mungkin bisa di sekitaran Pulau Jawa. Penulis mengira di sana juga masih banyak sekolah yang tidak nampak selayak yang kita lihat di perkotaan. Bahkan jika berkenan dan ada waktu ke-Papua (Biak) saya bersedia menemani dan menunjukkan bahwa inilah kondisi sekolah di pelosok. Kondisinya sangat jauh dari kata ideal. Yah semoga ini bisa menjadi masukan dan kita bisa melihat pendidikan Indonesia yang lebih baik kedepannya. Bukti dari kesenjangan pendidikan yang sangat terasa bisa dilihat dari fasilitas sekolah, kantor, sanitasi, lab, dll. Mas menteri berkunjungllah ke pelosok, kalau pelu ngecamp semalam dua malam, nanti penulis temani untuk melihat dari dekat kondisi pendidikan negeri ini di daerah 3T. Saya menjamin Mas Menteri akan menangis. Dan sekembalinya akan melakukan kebijakan luar biasa jika sayang pada generasi negeri ini. Kondisi ini tak boleh ditutupi apalagi dianggap aib karena ini masa depan bangsa kita.

Guru beserta siswa/siswi SMP Negeri 2 Padaido

          Tanggapan kedua penulis adalah tentang 2.9 Juta Guru dan Honorer Tidak Berkualitas, Bikin Siswa Stress yang dimuat di Ruangguru.my.id oleh seorang bernama Indra Charismiadji (CERDAS). Saya pribadi dalam hal ini sangat menerima kritikan ini dengan lapang dada. Dari 2.9 juta itu saya merasa adalah salah satu dari bagian di dalamnya. Nah harapan saya dengan adanya berita ini bahwa yang bersangkutan juga mampu memberikan contoh menjadi guru yang baik dan berkualitas, boleh di tempat saya, SMP Negeri 2 Padaido. Kualiats seorang guru bukan hanya dilihat dari satu sisi terlebih dengan kondisi seperti penulis yang masih CPNS hingga saat ini. Hidup dari gaji pokok sebagai CPNS dan bertahan di Pulau itu sesuatu yang luar biasa. Jika Bapak bisa memberi contoh dalam kondisi kompleks ini, saya akan sangat salut. Selanjutnya saya berharap bahwa dari kami yang 2.9 juta itu tolong diberikan waktu untuk belajar kembali dalam rangka peningkatan diri. Anggaplah yang rendah kualitasnya itu diberikan pelatihan atau yang masih S1 di biayai hingga s2 semua demi peningkata kualitas. Penulis adalah CPNS Guru Garis Depan, diangkat melalui seleksi nasional pada tahun 2016. Hingga saat ini penulis dan tujuh puluh sembilan lainnya masih belum memiliki SK PNS meski telah berstatus CPNS selama dua tahun lebih.

Riant Harianto Rosalez
Patina, 05 Mei 2020    
Salam Sehat Sukses Selalu
Pendidkan Bermutu, Indonesia Maju