Panggilan jiwa?
Karir?
Atau upppppsssssss
Tak ada kerja yang jelas?
Salam Maju Bersama Mencerdaskan
Indonesia tentunya setelah Assalamu
‘Alaikum dan dengan nama Allah yang
maha pemurah dan penyayang, sumber dari segala sumber inspirasi oleh segala
inspirator.
Buat
semua kawan-kawan, rekan dan rekanita PPG-SM-3T UNM UNM Jilid 3, tadinya saya mau tulis
se-Indonesia tapi ini mustahil dibaca oleh orang-orang se-Indonesia, boro-boro
se-Indonesia, se-Rusunawa aja rasa pesismisku besar sekali, sekalipun optimisme
saya sangat tinggi apa lagi muatnya di majalah dinding doank mana mungkin
se-Indonesia mau baca, anehkan????
Maksudnya
apa sih mutar-mutar gak jelas????? Tenang anda berarti tertarik membaca kalo
bukan sebaliknya……………smile dikitlah. (INI WAKTU DIPUBLIKASIKAN DI MADING PPG UNM).
Setelah
mengalami proses dan pengalaman selama setahun di daerah penugasan, Aku merasa
begitu banyak hal-hal yang menakjubkan, budayanya, pemandangannya, dan
sebagainya serta ini dia yang memberi sedikit rasa bangga berbakti kepada nusa
dan bangsa dalam istilah pengabdian.
Mendapatkan
julukan dari bapak mentri pendidikan dan kebudayaan saat itu, The
Silent Hero, waow betapa bangganya, disanjung –sanjung, digadang-gadang
menjadi guru masa depan dan berharap menjadi guru garis depan, mendapatkan
penghormatan yang sangat ekstra, melebihi kapasitas ruang penempatan tempat
sanjungan dalam diri, sehingga membuat sebagian kita mungkin benar-benar
mengabdi kepada nusa dan bangsa, dan mungkin sebagian kita yang lainnya karena
sesuatu dan lain hal.
Ditengah
semangat kita yang membuncah karena panggilan ibu pertiwi yang sedang berkabung
melihat generasinya, yang disebagian tempat memang mereka telah menjadi manusia
pribumi yang sibuk mengasingkan diri. Disaat tak terduga, Aku tersentak dan
mulai sedikit agak tak waras, keluar dari semua pujian yang extra, yang sanggup
menghipnotis beribu manusia intelek, bagaimana mungkin Aku bisa mengabdikan
diriku untuk nusa dan bangsa sedang Aku adalah hamba Allah, jika kemudian saya
mencoba untuk berdialektika dengan apa yang kurasakan dan mencoba diplomatis
dengan mengatakan ini (GURU SM-3T)
adalah sebuah jalan untuk beribadah sekaligus mengabdi pada-Nya, apa ia? Dengan
meninggalkan hal-hal yang jelas-jelas merupakan kewajiban kita. Aku mendengar
kisah teman-teman yang islam mayoritas tidak lagi dapat mencicipi nikmatnya
sholat jamaah, nikmatnya sholat jum’ad. Bahkan menerima untuk berada ditempat
yang tak memiliki sarana ibadah. Aku pun mulai bertanya didalam hati kecilku,
kenapa hal ini harus seperti ini adanya. Satu tahun mempertaruhkan dan
mengorbankan keyakinan demi masa depan bangsa, apakah ia berhasil? Semoga ia
karena jika tidak alangkah ruginya negeri ini, khususnya lagi pribadi kita yang
Bahasa kulit arinya, sanggup menggadaikan keyakinan kita demi rupiah dan karir
tapi Aku kira itu tidak pernah ada.
Foto bersama siswa(i) SD. YPK Namber,
Walaupun
begitu saya lebih yakin kepoin kedua yang disampaikan salah seorang anggota DPR
tempo hari dalam acara bersama kita para pejuang pendidikan (jika sebutan itu
benar dan layak buat kita) di Phinisi, beliau mengatakan bahwa ada dua kemungkinan
mengapa kalian mau ketempat seperti itu (Papua) yang notabenenya diperlukan
semangat dan keberanian besar ( jika Aku poles sedikit dengan semangat pejuang
45 ala bamboo runcing) untuk kesana dan dengan sedikit bumbuh yang di
imbuhkannya bersama nada gombal yang menggelitik “saya heran melihat, entah keberanian apa yang kalian miliki”.
Hohhohoooohh
jangan terlalu larut mari kita uraikan poinnya, poin pertama adalah betul
karena panggilan jiwa dan poin kedua ternyata kareana kita tak memiliki pekerjaan
yang layak sehingga setiap peluang yang ada kita coba maksimalkan. Jika jujur,
mungkin kecenderungan lebih banyak ke poin kedua. Artinya apa dengan setiap
konsekwensi yang mungkin saja terjadi baik itu spiritual maupun lainnya kita
sudah terima dengan lapang dada dengan imbalan sekian rupiah dan dengan
perhitungan karir selanjutnya itulah yang sanggup menarik hati-hati kita.
Selebihnya bagiku itu adalah bias.
Keakraban di luar kelas, bersama siswa SMP.N 2 Numfor Barat, Biak-Numfor, Papua
Apa
yang penting dari tulisan ini? Sepertinya agak nyeleneh dan tak masuk akal,
tapi ok, okey…….
Aku
hanya mencoba memberikan apresiasi pada diri saya dan kepada kalian semua
bapak/ibu guru mengenai kilas balik setahun silam. Terus terang Aku anggap
program ini adalah program super power ditambah lagi dengan program GGD yang
tak kala hebatnya tapi aku prihatin karena kita. Tak bisa beribadah dengan
maksimal, bukankah negara memberikan jaminan kebebasan untuk menjalankan agama
dan kepercayaan sesuai dengan keyakinan para pemeluknya, jika negara memberikan
peluang buat kita untuk mengabdi melalui SM-3T dan GGD maka harus disingkronkan
dengan amanah UUD ini. Sebab jika tidak analisis konyol saya mengatakan bahwa
ini akan menjadi lubang menganga yang akan mengikis peradaban bukan memunculkan
peradaban, kenapa pemeluk agama tidak dapat melaksanakan ajaran keyakinannya
dengan maksimal malah semakin jauh. Maksud saya jika mereka islam tempatkan
atau instruksikan pada pemerintah
setempat untuk menempatkan mereka berdekatan dengan rumah ibadah mereka,
begitupun penganut agama lain. Sebab jika gurunya tak maksimal beribadah
berarti jauh dari agamanya maka bagaimana dengan siswanya???, yang diharapkan
menjadi generasi emas, ingat Indonesia memiliki orang-orang pintar berkelas
wahid tapi tak disertai dengan spiritual kelas yang sama. Jika demikian maka
bukan generasi emas yang akan muncul melainkan generasi asem.
Kenangan besama samudera pasifik, Pulau Numfor-Manokwari
Kalian
bebas dengan paradigm kalian karena Aku hanya mencoba menguraikan secuil
paradigmAku yang fakir.
dalem
alias maaf dan semua jenis kata didunia yang mengarah pada apology kuhaturkan
diakhir bualanku ini jika tak berkenan. Wassalam
tentunya setelah Salam Maju Bersama
Mencerdaskan Indonesia.
Rusunawa PPG-SM-3T
UNM
Rabu: 16
Sept 2015, 23:28
No comments:
Post a Comment